Liburan Singkat di Bali (part 2) – Agrowisata dan Tari kecak Uluwatu

Bali Safari and Marine Park terletak di Gianyar, sekitar 40 menit dari Legian. Kami yang tanpa itinerary ini ingin ke  Pura Luhur Uluwatu, yang mana berlawanan arah dan cukup jauh dari Gianyar. Desa Uluwatu terletak di ujung selatan pulau Bali, butuh waktu sekitar 1 jam dari Gianyar ke Uluwatu. Kami berunding dengan pak Komang, eh pak Komang ngajak ke agrowisata dulu. Lokasinya tepat di sebelah Bali Safari. Di agrowisata kecil ini kita bisa melihat tanaman kopi dan cara pembuatannya. Di situ juga pertama kalinya saya melihat luwak yang tersohor di dunia perkopian. Kemudian mbak guidenya membawa kami ke pondokan kecil dan menyuguhkan 12 cangkir kecil sebagai tester berbagai macam kopi. Ada original kopi arabica,  kopi bali, coconut coffee, vanilla cofee, rosella tea, kopi cokelat, de el el.  Semuanya gratis. Kami juga pesan secangkir kopi luwak seharga Rp 50000. Saya bukan penggemar kopi, tapi penasaran dengan kopi yang telah terkontaminasi kotoran luwak. Selama ini nggak rela beli kopi luwak di cafe di Jakarta yang harganya ratusan ribu untuk 1 cangkir kopi. Ternyata rasanya ada asem-asemnya ya. Hummm..cocok juga mengingat asalnya si biji kopi. Di situ kita juga bisa beli bubuk kopi atau biji kopinya. Karena saya suka minuman cokelat, saya beli bubuk cocoa coffee 100 gram.

Langit mendung ditutupi oleh awan hujan. Saat itu sekitar jam 15.30. Kami putuskan untuk lanjut ke Uluwatu sambil berdoa supaya cuaca di selatan pulau Bali itu cerah. Perjalanan panjang ke pura Luhur Uluwatu menghasilkan banyak cerita dari pak Komang yang senang bercerita. Baru setengah jalan kami berhenti di alfa mart. Bang Asa pup! Aromanya membahana di dalam mobil. Sekitar jam 4.45 sore kami sampai di pura Luhur Uluwatu. Puji Tuhan cuaca di Uluwatu cerah, sepertinya alam di desa Uluwatu menyambut kami dengan hangat.

Di pura Luhur Uluwatu pak Komang membeli karcis masuk pura untuk kami berdua. Kemudian kami memakai kain berwarna ungu karena kami memakai celana pendek. Kaki bang Asa dimasukkan di balik kain ipop karena bang Asa pakai kaos kaki warna merah, eye-catching bagi para kera walaupun katanya mereka jinak. Jangan membawa kacamata, topi, atau bungkusan ke pura Luhur Uluwatu ya.. karena di sini banyak kera yang walaupun jinak tapi tetap jahil. Ya namanya juga kera.

image
Kaki bang Asa diumpetin di balik kain.

Dari pintu masuk pura kami langsung menuju lokasi pertunjukan tari Kecak karena sudah jam 5 sore.

“Indonesia raya 2.” Kata pak Komang ke penjual tiket.

Harga tiket untuk turis lokal Rp 100000/orang dewasa. Lalu kami diberi kertas yang berisi jalan cerita pertunjukan.

Jam 5 sore ternyata sudah ramai sekali, tempat sudah hampir penuh. Panggung berbentuk lingkaran sudah tampak penuh, tersisa di barisan kiri dan kanan saja. Di barisan tengah sudah penuh karena view langsung ke sunset dan pura di atas tebing. Kami memilih tempat di sebelah kanan atas.

Pertunjukan pun dimulai tepat jam 6 sore. Langit masih cerah. Senja belum turun.

“Cak..cak..cak..cak..” Para penari menyerukan kecak yang berirama sambil memasuki panggung.

Pertunjukan tari Kecak menceritakan kisah Ramayana di panggung outdoor berlatar pemandangan samudra Hindia dan tebing yang sangat tinggi dengan pura di atasnya. Indah sekali! Apalagi ketika matahari senja mulai turun ke balik samudra, eksotis!

Kisah Ramayana menceritakan tentang misi penyelamatan Dewi Sinta yang diculik oleh raksasa jahat bernama Rahwana. Dewi Sinta adalah kekasih Rama, seorang raja yang bijaksana. Seekor burung Garuda bernama Jatayu yang adalah sahabat Rama melihat saat Sinta dibawa oleh Rahmana. Jatayu berusaha menyelamatkan Sinta namun gagal. Rama kemudian berangkat bersama Laksmana untuk menyelamatkan permaisurinya itu. Di dalam perjalanannya, Rama bertemu dengan Hanoman, seorang (atau seekor?) panglima dari pasukan kera. Paling seru saat peran Hanoman masuk. Penarinya dengan lincah loncat ke tempat duduk penonton dan berinteraksi dengan penonton. Adegan jahil dan lincah pemeran Hanoman ini seingat saya tidak ada di pertunjukan Ramayana di candi Prambanan.

Hanoman adalah kera sakti. Dia mengobrak-abrik dan membakar istana Rahwana. Saat itu senja mulai turun.  Keren sekali pertunjukan fire dance dengan latar senja. Kemudian Hanoman berhasil ditangkap dan dibakar oleh pasukan Rahwana. Pertunjukan ditutup dengan kemenangan Rama atas Rahwana karena panah sakti yang dimiliki oleh Rama. Akhirnya Rama dapat bersatu kembali dengan Sinta. And they live happily ever after.

image
Bang Asa serius banget nonton tari Kecak.
image
Eh Hanomannya ikut foto
image
Pura di atas tebing
image
Enjoy the sunset
image
Si Hanoman lagi nendang-nendang api.

Malam sudah turun saat pertunjukan selesai. Perjalanan pulang ramai lancar malah sedikit macet. Pak Komang menawarkan makan malam di Jimbaran, tapi karena hari sudah malam dan bang Asa sudah mengantuk kami memutuskan untuk makan di ayam betutu khas Gilimanuk. Kami pesan ayam betutu kuah, enyak! Pedes!

Hari kedua di Bali pun ditutup dengan kenyang dan hati gembira. Kami sampai di hotel sekitar jam 10 malam. Rasanya malas untuk packing karena besok pagi kami sudah harus berangkat menuju Waingapu. Liburan yang terlalu singkat ini bikin nagih untuk kembali lagi ke Bali. See you soon, Bali!

AureliaMaria

Leave a comment